Minggu, 19 Agustus 2012
Dua Esensi Kemerdekaan
Oleh: Ina Salma Febriani
Puluhan tahun sudah negeri ini bebas dari kuasa penjajah. Kebebasan yang sepatutnya dilihat dari berbagai segi karena pembebasan itu memerlukan waktu yang teramat panjang, tenaga yang tak kepalang tanggung, juga keberanian yang terpancar tiada batas.
Ranah tercinta ini telah dibela mati-matian oleh para pahlawan yang berani mengobarkan semangat juang, berperang mengusir penjajah demi mempertahankan nyawa Indonesia.
Pengorbanan yang sungguh tak bisa dibayar oleh apa pun demi mandirinya bumi tercinta. Tentu saja, kemerdekaan yang saat ini telah kita raih, perlu dimaknai oleh segenap lapisan masyarakat Indonesia.
Memaknai kemerdekaan tidak hanya disambut dengan sejumlah perlombaan. Karena, perayaan itu akan absen diadakan ketika hari kemerdekaan jatuh tepat di bulan puasa seperti tahun lalu dan tahun ini. Sehingga, makna kemerdekaan dilihat dari persepsi sempit melalui adanya mata lomba oleh para anak-anak penerus bangsa.
Penerus bangsa adalah intan permata bagi bangsa Indonesia. Setidaknya, pembinaan akhlak, iman, dan ilmu menjadi senyawa terbentuknya negeri yang lebih baik dari segala roh kehidupan. Tentu saja, ada rahasia Tuhan mengapa momen bersejarah itu jatuh tepat di pengujung bulan suci Ramadhan.
Ramadhan dan hari kemerdekaan memiliki visi yang sama. Kedua-duanya menghendaki nilai kemerdekaan. Jika ramadhan menghendaki umat Islam yang menjalankannya agar merdeka dan bebas dari hawa nafsu dan diperoleh melalui jihad terberat yang dimaknai Rasulullah SAW sebagai Jihad An-Nafs, maka nilai kemerdekaan dari momen bersejarah hari ini ialah agar rakyat Indonesia mampu mensyukuri dan mengelola kembali apa yang dimiliki Indonesia, baik itu sumber daya manusia, apalagi sumber daya alam yang Allah anugerahkan secara gratis. Namun sayangnya, penganugerahan SDA dikotori oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab.
Dalam Surah Ar-Ruum ayat 41, Allah SWT berfirman, “Telah tampak kerusakan di darat dan di bumi oleh tangan-tangan manusia agar Dia timpakan pada mereka sebagai akibat yang telah mereka kerjakan agar mereka bertaubat.”
Makna ayat tersebut sangat universal. Kerusakan yang terjadi saat ini di Indonesia, baik secara fisik maupun nonfisik. Kerusakan hutan, banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, menjadi bukti bahwa kita harus bersahabat dengan alam melalui pelestarian dan tidak menjadikan alam sebagai objek santapan yang dampaknya akan menimpa manusia itu sendiri.
Surah Ar-Rum ayat 41 juga ditafsirkan oleh Syekh Nawawi, bahwa kerusakan yang dimaksud dalam ayat tersebut ialah kerusakan moral atau bentuk-bentuk kemaksiatan manusia. Kerusakan nonfisik yang kedua ini perlu dibina dengan penyetaraan iman, ilmu dan amal. Penyetaraan ketiganya perlu dibina dan tepat sasaran yakni generasi penerus bangsa.
Oleh sebabnya, kemerdekaan Ramadhan dan Hari Kemerdekaan menjadi dua esensi yang memengaruhi apakah Indonesia telah sepenuhnya bebas dari penjajahan, ataukah akan tetap dijajah oleh nafsu diri pribadi? Inilah yang menjadi tanggung jawab dan kesadaran kita bersama. Wallahua’lam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar