Oleh Yuyu Yuhannah
Praktik korupsi atau mengambil harta yang bukan haknya telah menjadi hal lumrah di negeri ini. Korupsi dianggap hal yang biasa dikerjakan oleh seseorang yang memiliki kedudukan atau jabatan. Korupsi bak bahaya laten yang sukar sekali diberantas. Mati satu tumbuh seribu. Beragam jalan dikembangkan untuk memberantasnya, tetapi beragam cara pula para koruptor melakukan korupsi.
Rasulullah pernah bersabda: "Setiap tubuh yang berkembang dari yang haram, maka neraka lebih utama baginya," (HR Ahmad). Uang atau harta yang berasal dari korupsi tak akan memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi kehidupan para pelaku korupsi itu. Malah sebaliknya, segala amal dan ibadah yang berbasis dari pemanfaatan harta hasil korupsi itu sungguh tak akan diterima oleh Allah karena Nabi juga bersabda: "Sesungguhnya Allah itu Thaayyib (baik), tidak menerima (suatu amal) kecuali yang baik (halal)." (HR Muslim).
Dalam firman-Nya, Allah SWT melarang manusia memakan harta yang bukan haknya. "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dan pada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui." (Al Baqarah [2]: 188).
Korupsi ternyata tak hanya kali ini saja terjadi, tetapi sudah belasan abad lamanya. Dalam surat Ali-Imran, kata "korupsi" disebut sebagai ghulul yang mengandung pengertian perbuatan yang mengkhianati sebuah amanat, seperti penyalahgunaan wewenang, pemanfaatan berbagai fasilitas yang ada untuk kepentingan pribadi dan kelompok, termasuk dalam kategori korupsi ini.
Istilah korupsi juga dideskripsikan dengan istilah al-shut yang berarti menjadi perantara dalam menerima imbalan antara seseorang dan penguasa untuk sebuah kepentingan tertentu (al-Jashash, Ahkam Al Quran, 1405 H), yang dikuatkan dengan begitu banyaknya rujukan dalam hadis Nabi Muhammad sendiri. Nabi Muhammad menerangkan perbuatan korupsi dalam bentuknya yang komprehensif, yakni berkaitan dengan berbagai jenis korupsi seperti penyuapan (risywah), penggelapan, gratifikasi, dan sebagainya.
Yang menarik adalah Nabi Muhammad pun telah mempunyai beberapa strategi untuk melakukan pemberantasan korupsi di masanya. Caranya adalah dengan melakukan pemeriksaan kepada para pejabat seusai melakukan tugas. Lebih lanjut ditegaskan bahwa Rasulullah tak akan melindungi, menutupi, atau menyembunyikan para pelaku korupsi sehingga akan berdampak pada minimalnya perilaku korupsi karena merasa tak dilindungi oleh penguasa.
Memang dihubungkan dalam konteks kekinian, di mana perilaku korupsi telah terpolarisasi dalam beragam bentuknya sehingga makin menyulitkan dalam upaya pemberantasannya. Namun, bukan berarti masalah korupsi ini tak bisa dituntaskan. Kuncinya adalah kemauan dan penegakan hukum secara konsisten, transparan, dan tanpa pandang bulu menjadi instrumen penting negara jika ingin terbebas dari aktivitas korupsi dalam beragam bentuknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar