Selasa, 26 April 2011

Daulah Abbasiyah: Musa Al-Hadi (785-786 M) Pembasmi Kaum Zindiq

REPUBLIKA.CO.ID, Musa Al-Hadi menjabat Khalifah Abbasiyah keempat menggantikan ayahnya, Khalifah Al-Mahdi. Ia menjalankan pemerintahan hanya satu tahun tiga bulan (169-170 H). Ia dilahirkan di Ray pada 147 H.

Ketika ayahnya wafat, Musa Al-Hadi sedang berada di pesisir pantai Jurjan di pinggir laut Kaspia. Saudaranya, Harun Ar-Rasyid, bertindak mewakilinya untuk mengambil baiat dari seluruh tentara. Mendengar berita wafatnya sang ayah, Musa Al-Hadi segera kembali ke Baghdad dan berlangsunglah baiat secara umum.

Pusat perhatian umat Musa Al-Hadi ketika menjabat khalifah adalah membasmi kaum Zindiq. Kelompok ini berkembang sejak pemerintahan ayahnya, Al-Mahdi. Secara umum kelompok ini lebih mirip ajaran komunis yang ingin menyamakan kepemilikan harta. Tetapi mereka sering tidak menampakkan ajarannya secara terang-terangan. Ini yang menyulitkan kaum Muslimin membasminya.

Walau demikian, di akhir pemerintahan Al-Mahdi, kelompok ini semakin merebak dengan melakukan kegiatan bawah tanah. Untuk itu, Khalifah Musa Al-Hadi tidak mau ambil resiko. Dengan tegas ia memerintahkan pasukannya untuk membasmi kelompok ini sampai ke akar-akarnya.

Tantangan terhadap Khalifah Musa Al-Hadi tak hanya muncul dari kaum Zindiq. Di daerah Hijaz muncul sosok Husain bin Ali bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Ia mendapatkan sambutan dari masyarakat karena masih keturunan Ali bin Abi Thalib. Bahkan kelompok ini sempat memaklumatkan berdirinya Daulah Alawi di Tanah Hijaz.

Karena gubernur setempat tak mampu mengatasinya, Musa Al-Hadi segera mengirimkan pasukan cukup besar dari Baghdad yang dipimpin oleh Muhammad bin Sulaiman. Mulanya pihak Sulaiman menawarkan perdamaian. Namun karena tak mencapai kata mufakat, akhirnya terjadilah pertempuran di suatu tempat antara Madinah dan Makkah yang dikenal dengan nama Fakh.

Husain bin Ali tewas dalam peperangan itu. Kepalanya dibawa ke hadapan Khalifah Musa Al-Hadi dan dikebumikan di Baghdad. Sisa-sisa pasukan Husain dikejar. Sebagian melarikan diri keluar Hijaz.

Tak terlalu banyak perkembangan yang terjadi di masa pemerintahan Musa Al-Hadi. Usia pemerintahannya pun tidak terlalu lama. Ia meninggal dunia pada malam Sabtu 16 Rabiul Awwal 170 H. Konon kemangkatannya itu tidak wajar. Ibunya, Khaizuran yang masih keturunan Iran, dianggap terlalu sering mencampuri urusan pemerintahan. Hal itu tidak disenangi oleh sang khalifah.

Konon sering terjadi pertentangan antara keduanya, ia pun dibunuh. Imam As-Suyuthi memaparkan banyak versi tentang tewasnya Musa Al-Hadi. Ada yang mengatakan sang khalifah jatuh dari jurang dan tertancap pada sebatang pohon. Ada juga yang mengatakan ia meninggal karena radang usus hingga perutnya bernanah. Riwayat lain mengatakan, ia diracun oleh ibunya sendiri.

Sebagaimana diketahui, ibunya adalah orang yang sangat berpengaruh dan sering mengurusi hal yang sangat penting seputar istana. Para utusan banyak yang datang ke kediaman ibunya. Melihat hal itu, Musa Al-Hadi marah. Terjadi pertengkaran antara dirinya dan ibunya.

Seperti dikisahkan As-Suyuthi, Musa Al-Hadi mengirimkan makan beracun kepada ibunya. Begitu menerima makanan itu, ibunya langsung memberikannya kepada seekor anjing. Seketika binatang itu mati!

Setelah mengetahui niat busuk anaknya, sang ibu berencana untuk membunuh anaknya yang durhaka itu. Dengan menggunakan selendang, ia membungkam wajah Musa Al-Hadi hingga kehilangan nafas dan mati. Musa meninggalkan tujuh orang anak laki-laki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar