Jumat, 21 Oktober 2011

Haji dan Spirit Kebersamaan

Oleh Dr HM Harry Mulya Zein

Haji adalah momen yang mampu memberikan inspirasi bagi kemajuan kemanusiaan. Proses ini ditandai dengan jutaan manusia berbondong-bondong ke baitul Ka'bah, simbol pemersatu umat Islam di seluruh dunia.

Haji merupakan panggilan untuk memperlakukan manusia secara sama, adil, tanpa melihat ras, suku, dan latar belakang lainya. Harkat dan martabat mereka sebagai manusia sama, hak dan kewajiban sebagai hamba juga sama. Tujuan dan arah perjuangan hidup mereka hakikatnya juga sama, yaitu berusaha meraih kebahagiaan yang sejati abadi. Itulah sesungguhnya yang menjadi hikmah dan tujuan utama di syariatkannya ibadah haji.

Mengutip Dr Ali Syariati dalam bukunya Hajj, ibadah haji adalah evolusi manusia menuju Allah. Ibadah haji merupakan sebuah demonstrasi simbolis dan falsafah penciptaan Adam. Gambaran selanjutnya, pelaksanaan ibadah haji dapat dikatakan sebagai suatu pertunjukan banyak hal secara serempak. Ibadah haji adalah sebuah pertunjukan tentang penciptaan, sejarah, keesaan, ideologi Islam, dan ummah.

Haji dapat dilihat dari sudut pandang praktis dan konseptual, pilar-pilar doktrin Islam terpenting yang memotivasi bangsa Muslim dan menjadikannya sadar, bebas, terhormat dan, bertanggung jawab secara sosial adalah tauhid, jihad, dan haji.

Dalam bahasa Alquran, hikmah dan tujuan ibadah haji diungkapkan dengan istilah liyasyhaduu manaafi`a lahum, yaitu untuk "menyaksikan" kemanfaatan-kemanfaatan duniawi dan ukhrawi (kebahagiaan sejati) yang mahadahsyat yang akan terus mengalir dan menjadi "milik" mereka yang berhasil menunaikan haji secara mabrur. (QS al-Hajj [22]: 28).

Semua itu, pada akhirnya, mengantarkan seorang haji dapat hidup dengan pengamalan dan nilai kemanusiaan universal. Dalam konteks niat sambil menanggalkan pakaian biasa dan mengenakan pakaian ihram, haji memiliki makna yang lebih universal dengan nilai-nilai kemanusiaan. Pakaian ihram, juga melambangkan pola, preferensi, status, dan perbedaan-perbedaan tertentu.

Pembedaan tersebut dapat mengantar kepada status sosial, ekonomi, atau profesi. Pakaian juga dapat memberi pengaruh psikologis pada pemakainya. Di Miqat, tempat ritual ibadah haji dimulai, perbedaan tersebut harus ditanggalkan. Semua harus memakai pakaian yang sama.

Di Miqat ini, apa pun ras dan suku harus dilepaskan. Semua pakaian yang dikenakan sehari-hari yang membedakan sebagai serigala (yang melambangkan kekejaman dan penindasan), tikus (yang melambangkan kelicikan), anjing (yang melambangkan tipu daya), atau domba (yang melambangkan penghambaan) harus ditinggalkan.

Terakhir, substansi haji adalah mencari dan mengukuhkan sandaran atau landasan yang hakiki begi kehidupan menuju kebahagiaan sejati yang merupakan fokus perhatian dan target pencarian yang dituju oleh seluruh umat manusia. Karena itu, banyak ulama menyebutkan, haji mabrur adalah yang disertai dengan tanda-tanda kemabruran setelah berhaji. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar